Ajaran Buddha yang dinyatakan dalam Manggala Wiriya adalah salah satu cara menanggulangi kegundahan. Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri, Jawa Tengah, mengatakan hal tersebut.
“Ajaran Buddha dipaparkan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kegundahan dan pergulatan yang hampir selalu menimbulkan penderitaan yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari,” kata Manggala dalam diskusi tentang teks lontar Kalpabuddha yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis 23 Mei 2024.
Dalam rangka memperingati Tri Suci Waisak 2024/2568 BE, Manggala mengajak umat Buddha untuk mengingat kembali bahwa Buddha bukan sebuah pemberian, melainkan sebuah pencapaian spiritual.
Baca Juga: Perjuangan Umat Buddha Saat Arak-arakan Waisak 2024, Ini Arti Prosesi Itu
“Dalam Buddha Dharma (ajaran Buddha), diajarkan bahwa setiap manusia, apapun keyakinannya, bisa mencapai tingkatan-tingkatan spiritual lebih tinggi apabila dia sudah memadamkan hawa nafsu dan mengenal kebahagiaan yang dekat dengan diri sendiri,” ujar dia.
Ia mengemukakan, sumber dari munculnya kegundahan dalam diri manusia yakni cara pandang yang tidak membantu mengenali sosok diri kita sendiri.
“Kita lupa, kadang kita lebih mengenal orang lain daripada kita mengenal diri kita sendiri, padahal sumber dari penderitaan dan kebahagiaan itu tidak jauh, tetapi dekat dengan diri kita sendiri,” ucapnya.
Baca Juga: Libur Waisak 2024, Sekitar 60.385 Orang Diprediksi Padati Candi Borobudur
Manggala menilai ajaran Buddha telah menjadi senjata yang ampuh dalam melenyapkan kilesa (kekotoran batin) untuk menembus pencapaian tertinggi (Buddha).
“Buddha itu pada prinsipnya adalah sebuah pencapaian setelah seseorang betul-betul mengikis dan menghabiskan semua kekotoran batin, sehingga dia betul-betul terlepas dari penderitaan yang mencengkeram kehidupan manusia,” kata dia.
Tujuannya, kata dia, untuk menjadi Buddha yang tersadar, tercerahkan, dan terbangun.
Namun, menurutnya, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh manusia, khususnya umat Buddha, ketika menerapkan Dharma dalam hidup.
Baca Juga: Cara Membuat Menu Martabak Manis Teflon Ala Rumahan, Pakai Wajan Ukuran 22 Cm
Tantangan ini timbul karena adanya dorongan untuk bertahan hidup dan mengejar kebahagiaan.
“Ada dorongan naluri manusiawi yang berlebihan untuk bertahan hidup, karena setiap makhluk tentu tidak ingin merasakan penderitaan dan ingin mengejar kebahagiaan,” ujarnya menguraikan.
Namun, kata dia, yang keliru adalah pengertian tentang sumber (penderitaan) dan tidak disadari akibatnya.
Ia menyampaikan, terkadang manusia memiliki sifat merasa lebih dari orang lain, yang membuat dirinya menjadi arogan dan sombong.
“Sebaliknya, jika kita merasa kurang, kita menjadi iri hati dan cemburu. Semua yang membuat kita gundah hampir selalu disebabkan oleh dua pasang kebiasaan, penolakan versus gairah, dan arogansi versus iri hati,” ujarnya melanjutkan.
Baca Juga: Hakim Batalkan Putusan PN Jepara, Aktivis Lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Bebas
Dua pasang kondisi utama yang mengganggu ini, kata dia, jika diatasi akan berubah menjadi suatu pengetahuan yang menakjubkan.
Ia juga mengutarakan, ajaran-ajaran penting dalam Buddha semua telah tertuang dalam arca-arca Buddha di Candi Borobudur.
Semua itu, kata dia, merupakan perwujudan dari Panca Tatagatha, atau lima kualitas Buddha untuk mencapai pencerahan yang bebas dari penderitaan.